Detail Karya Ilmiah

  • KEWENANGAN PENUNTUT KPK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA TERKAIT ASAS DOMINUS LITIS KEJAKSAAN
    Penulis : ISILIA FERIKHA LARASATI RUSLI
    Dosen Pembimbing I : TOLIB EFFENDI, S.H.,M.H
    Dosen Pembimbing II :
    Abstraksi

    ABSTRAK Bermula dari tidak adanya kepastian dalam hukum siapakah yang sebenarnya berwenang dalam melakukan tindakan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi, mengetahui asas dominus litis yang berwenang melakukan penetapan maupun pengendalian kebijakan penuntutan hanyalah kejaksaan. Sehingga perlu dipertanyakan bagaimana kedudukan lembaga KPK dalam melakukan penuntutan dikaitkan dengan asas dominus litis Kejaksaan. Selain itu kerap terjadi tarik ulur kewenangan menangani penuntutan dalam suatu perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan maupun KPK. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif yang difokuskan dengan menelaah aturan terkait dengan masalah yang penulis teliti. Dengan menggunakan Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Bahan hukum primer yang di analisa adalah peraturan perundang-undangan terkait judul penelitian. Bahan hukum sekunder di dapat pada literature terkait dengan permasalahan yang diteliiti. Bahan hukum tersier di dapat pada data pendukung, berupa internet dan sumber lainnya, dan kemudian dianalisa dengan analisis deskriptif. Pengaturan tindak pidana korupsi secara khusus termuat dalam Undang-Undang Nomer 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kemudian adanya perubahan menjadi Undang-Undang Nomer 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomer 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adapun pasal yang mengatur tentang pembatasan kewenangan penuntutan antara Kejaksaan dan KPK terdapat dalam Pasal 11 UndangUndang Nomer 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan adanya pasal tersebut lebih fleksibel dalam menentukan siapa yang berwenang melakukan penuntutan dengan unsur-unsur yang sesuai dengan pelanggaran pelaku. Kata kunci : dominus litis, penuntutan, tindak pidana korupsi.

    Abstraction

    ABSTRACT Starting from the lack of certainty in the law who is actually authorized to carry out the prosecution of corruption cases, knowing the principle of dominus litis who has the authority to determine and control the prosecution policy is only the prosecutor's office. So it needs to be questioned how the position of the KPK institution in conducting the prosecution is related to the Dominus Litis Prosecutor's principle. In addition, there is often a tug of authority to handle prosecution in a corruption case by the Prosecutor's Office and the Corruption Eradication Commission. The writing of this thesis uses a normative research method that is focused on examining the rules related to the problem the writer has examined. By using the statutory approach (Statute Approach). The primary legal material analyzed is the legislation related to the research title. Secondary legal material can be found in the literature related to the problem being investigated. Tertiary legal materials can be obtained on supporting data, in the form of the internet and other sources, and then analyzed with descriptive analysis. Regulations of corruption are specifically contained in Law Number 30 of 2002 of the Corruption Eradication Commission and there is a change to Law Number 19 of 2019 concerning the Second Amendment to Law Number 30 of 2002 of the Corruption Eradication Commission, as for the article governing the limitation of prosecution authority between the Prosecutor's Office and the Corruption Eradication Commission is contained in Article 11 of Law Number 30 Year 2002 of the Corruption Eradication Commission, with the existence of this article, it is more flexible in determining who has the authority to prosecute with elements in accordance with violations of the perpetrators. Keywords: dominus litis, prosecution, corruption

Detail Jurnal