Detail Karya Ilmiah

  • KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PADA PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI
    Penulis : R. SUKARDONO KUSUMA, SH
    Dosen Pembimbing I : Dr. Eny Suastuti S,H, M.Hum.
    Dosen Pembimbing II :Dr. Erma Rusdiana, S.H., M.H.
    Abstraksi

    Judul skripsi ini "Kewenangan Jaksa Penuntut Umum Komisi PemberantasanKorupsi Pada Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Putusan Tindak Pidana Korupsi yang Telah Inkracht dilandaskan pada penelitianyuridisnoratif,menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Peraturan perundang-undangan Di lndonesia sesungguhnya telah mengatur mengenai kewenangan eksekusiputusan tindak pidana yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Korupsi sebagai salah satu tindak pidana luar biasa,selain kepolisian, kejaksaan dan lembaga lain yang diberikan wewenang dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memberikan amanat untuk membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi.Dengan disahkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,maka dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam melaksanakan tugas darkewenangannya, KPK mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mengenai pelaksanaan eksekusi putusan tindak pidana korupsiyang telah inkracht, pada prakteknya KPK memiliki kewenangan eksekutorial atas putusan tindak pidana korupsi yang telah inkrach Namun,apabila merujuk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak ada satupun pasal yang menyebutkan adanya kewenangan jaksa pada KPK untuk melaksanakan eksekusi putusan tindak pidana korupsi yang telah inkracht. Suatu kewenangan dapat diperoleh dari manddelegasi maupun atribusi. Tindakan KPK melaksanakan eksekusi putusan tindak pidana korupsi yang telah inkracht tanpa dasar kewenangan yang jelas menimbulkan akibat hukum terhadap tindakan KPK dalam melaksanakan melaksanakan esksekusi tersebut. Kata Kunci : Kewenangan, Jaksa, KPK

    Abstraction

    The title of this thesis is "The Authority of the Public Prosecutor's Corruption Eradication Commission on the Implementation of the Corruption Criminal Court Decision that Has Inkracht's Corruption Criminal Decision is based on administrative research, using a regulatory approach, conceptual approach and case approach. Legislation In Indonesia, it has actually regulated the authority for the execution of criminal acts, namely Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Law, Law Number 16 of 2004 concerning the Prosecutor's Office of the Republic of Indonesia, and Law Number 48 of 2009 concerning Judicial Power. Corruption is one of the most extraordinary crimes, in addition to the police, prosecutors and other institutions which are given the authority to eradicate corruption, Law Number 31 of 1999 concerning the Eradication of Corruption Crimes as amended by Law Number 20 of 2001 concerning The amendment to Law No. 31 of 1999 concerning Eradication of Corruption Crime, gave a mandate to form the Corruption Eradication Commission. With the enactment of Law No. 30/2002 concerning the Corruption Eradication Commission, the Corruption Eradication Commission (KPK) was formed. In carrying out its illegal duties, the KPK refers to Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission. Regarding the execution of corruption cases that have been incracht, in practice the KPK has executorial authority over incrachial corruption decisions. However, when referring to Law Number 30 of 2002 concerning the Commission for the Eradication of Corruption Crimes, none of the articles mention the existence of the prosecutor's authority at the Corruption Eradication Commission to carry out the execution of the incracht criminal corruption decision. An authority can be obtained from delegation and attribution. The action of the Corruption Eradication Commission carried out the execution of an incracht corruption crime decision without a clear basis of authority which resulted in legal consequences for the KPK's actions in carrying out the execution. Keywords: Authority, Attorney, KPK

Detail Jurnal