Detail Karya Ilmiah

  • Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (Analisis Kasus Irjen Djoko Susilo)
    Penulis : Virgi Noer Vitrika Biantoro
    Dosen Pembimbing I : Dr. Deny Setya Bagus Yuherawan, S.H.,MS
    Dosen Pembimbing II :
    Abstraksi

    Perkara korupsi sangat erat dengan perkara tindak pidana pencucian uang. Pada tahun 2012 Komisi Pemberantasan Korupsi mulai melakukan penanganan perkara tindak pidana pencucian uang yang berasal dari kasus korupsi. Dari tahun 2012 sampai tahun 2018 Komisi Pemberantasan Korupsi telah menangani kasus tindak pidana pencucian uang sebanyak 31 perkara. Salah satu kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan pencucian uang adalah kasus Irjen Djoko Susilo pada tahun 2013 yang mana telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang merupakan gabungan perbuatan dalam pengadaan proyek simulator ujiansurat izin mengemudi roda dua dan roda empat dan tindak pidana pencucian uang untuk periode 2003-2010 dan 2010-2012 yang telah menyebabkan kerugian sebesar 121,3 miliar rupiah. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganilis bagaimana kewenangan komisi pemberantasan korupsi dalam melakukan penyidikan dan pencucian uang dalam kasus Irjen Djoko Susilo. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normative dengan pendekatan yang pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa dalam Kasus Irjen Djoko Susilo, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan perkara tindak pidana pencucian uang. Sesuai dengan pasal 74 undang-undang nomor 8 tahun 2010. Sementara itu dalam hal penuntutan, komisi pemberantasan korupsi tidak memiliki wewenang untuk melakukan penuntutan perkara tindak pidana pencucian uang. Karena dalam undang-undang nomor 8 tahun 2010 dan undang-undang nomor 30 tahun 2002 tidak memberikan kewenangan terhadap komisi pemberantasan korupsi untuk melakukan penuntutan perkara tindak pidana pencucian uang. Kata kunci: komisi pemberantasan korupsi – kewenangan - pencucian uang

    Abstraction

    Cases of corruption are very close to cases of money laundering. In 2012 the Corruption Eradication Commission began to carry out criminal cases of money laundering that were excluded from corruption cases. From 2012 to 2018 the Corruption Eradication Commission has committed 31 money laundering crimes. One of the cases responded by the Corruption Eradication Commission related to money laundering was the case of Inspector General Djoko Susilo in 2013 who had committed a corruption crime together which was a combination of agents procuring a steering wheel and four-wheel simulator simulator and money laundering crimes for period 2003-2010 and 2010-2012 which caused losses of 121.3 billion rupiah. Therefore, this research was carried out to analyze the authority of the corruption eradication commission in conducting money laundering investigations and issues on the issue of Inspector General Djoko Susilo. The research method used is normative legal research with the type of doctrinal research. The approach taken is a statute approach. The results of this study indicate that in the case of Inspector General Djoko Susilo, the Corruption Eradication Commission (KPK) has the authority to investigate cases of money laundering. In accordance with article 74 of law number 8 of 2010 which gives authority to the Corruption Eradication Commission to conduct an investigation provided there is sufficient preliminary evidence of a money laundering crime. Meanwhile in the case of prosecution, the corruption eradication commission does not have the authority to prosecute cases of money laundering. Because in law number 8 of 2010 and law number 30 of 2002 did not give authority to the corruption eradication commission to prosecute cases of money laundering. Keywords: corruption eradication commission-authority-money laundering

Detail Jurnal