Detail Karya Ilmiah

  • REKONSTRUKSI PEMBENTUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
    Penulis : ACH. SINARI
    Dosen Pembimbing I : Dr. Yudi Widagdo Harimurti, S.H., M.H.
    Dosen Pembimbing II :
    Abstraksi

    KPK adalah lembaga negara bantu yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Walaupun memiliki independensi dan kebebasan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, namun KPK tetap bergantung kepada cabang kekuasaan lain dalam hal yang berkaitan dengan keorganisasian. Misalnya, Pasal 30 UU KPK menentukan bahwa pimpinan KPK yang terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua, yang semuanya merangkap sebagai anggota, dipilih oleh DPR berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden. KPK juga memiliki hubungan kedudukan yang khusus dengan kekuasaan yudikatif, setidaknya untuk jangka waktu hingga dua tahun ke depan karena Pasal 53 UU KPK mengamanatkan pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa serta memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh KPK. KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi sebagimana juga Polri yang mempunyai kewenangan penyelidikan dan penyidikan dalam kasus korupsi, disisi lain Kejagung juga mempunyai kewenangan penuntutan sebagai eksekutor terhadap tindak pidana termasuk tindak pidana korupsi, dilihat dari hal tersebut maka Polri, Kejagung dan KPK mempunyai kewenangan yang sama dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Namun KPK lebih mempunyai kewenangan yang lebih besar dari lembaga inti, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan antar lembaga yang berakibat konflik kelembagaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Analisan bahan hukum normatif dilakukan melalui pengkajian terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang selanjutnya akan dilakukan pembahasan, pemeriksaan dan pengelompokan untuk diolah sebagai data informasi. Berdasarkan pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk memberantas korupsi dibutuhkan perbaikan sistem dalam diri KPK yaitu, dengan mengoptimalkan koordinasi dan supervisi yang sudah diamanatkan oleh UU. Serta mengoptimalkan pencegahan daripada penindakan, karena penindakan merupakan pintu darurat. Perbaiki kedua lembaga utama yang merupakan tanggung jawab KPK sebagai trigger mechanism. Kata kunci : Rekonstruksi, KPK, Wewenang, Sistem Ketatanegaraan.

    Abstraction

    KPK is a supporting state institution that in carrying out it duties and authorities are independent and free from the influence of any power. Although it has independence and freedom in carrying out it duties and authorities, the KPK still relies on other branches of power in matters relating to organization. For example, Section 30 of The KPK Law stipulates that KPK leaders consisting of one chairman and four deputy chairmen, all of whom concurrently serve as members, are elected by The House Representative based on the prospective members proposed by the President. The KPK also has a special position with judicial power, at least for the next two years because Section 53 of the Corruption Eradication Commission Law mandates the establishment of a Corruption Court that has the duty and authority to examine and decide on corruption that the prosecution was filed by the KPK. The KPK has the authority to conduct preliminary investigations, full investigations, and prosecutions of corruption as well as the National Police which have the authority to preliminary investigate and fully investigate corruption cases, on the other hand the Attorney General also has prosecution authority as an executor of criminal acts including corruption, based on this matter, the National Police and the KPK has the same authority in preliminary investigations, full investigations and prosecutions. However, the KPK has more authority than the core institutions, resulting an overlapping authority between institutions resulting an institutional conflicts. The method used in this study is normative. Analysis of normative legal material is carried out through the assessment of written legal materials which will then be discussed, examined and classified to be processed as information data. Based on the discussion, it can be concluded that to eradicate corruption, it is necessary to improve the system within the KPK, by optimizing the coordination and supervision mandated by the Act. And optimize prevention rather than prosecution, because enforcement is an emergency door. Improve the two main institutions which are the responsibility of the KPK as a trigger mechanism. Keywords: Reconstruction, KPK, Authority, Constitutional System

Detail Jurnal