Detail Karya Ilmiah

  • Abstraksi

    ABSTRAK Pasal 55 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) membahas tentang hak kreditor pemegang jaminan fidusia dapat mengeksekusi seakan-akan tidak terjadi kepailitan, peraturan ini berlaku bagi masyarakat pelaku usaha maupun bukan pelaku usaha baik perorangan maupun persekutuan, yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, dan berbasis konvensional maupun syariah, begitu juga penyelesaiannya adalah kewenangan Pengadilan Niaga yang notabene sumber hukumnya adalah UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban pembayaran utang (UUKPKPU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksekusi jaminan fidusia ketika debitor pailit menurut Pasal 55 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU), kemudian meninjaunya dari sudut pandang hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berbentuk yuridis normatis untuk jenis penelitiannya adalah kepustakaan (library research) yang mana bersifat deskiptif analisis berdasarkan penalaran deduktif dengan menggambarkan eksekusi jaminan fidusia ketika debitor pailit menurut Pasal 55 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) kemudian menganalisa dari sudut hukum Islam yang bersumber dari kepustakaan. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwasannya menurut Pasal 55 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU), kreditor pemegang jaminan fidusia memiliki kedudukan didahulukan dalam pengeksekusian jaminan fidusia yang disebut sebagai kreditor separatis. Namun terdapat penangguhan selama 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan pailit, setelah penangguhan selesai maka kreditor tersebut diberi waktu 2 (dua) bulan untuk mengeksekusi, jika objek jaminan fidusia belum terjual, maka harus diserahkan kepada kurator untuk dieksekusi tanpa mengurangi hak kreditor pemegang jaminan fidusia tersebut. Hukum Islam juga berpendapat bahwa kreditor pemegang jaminan fidusia memiliki kedudukan didahulukan dalam pengeksekusiannya sebagaimana pendapat Wahbah az-Zuhaili mengatakan salah satu benda pailit yang harus didahulukan penjualannya adalah benda yang terikat dengan jaminan atau borg, kemudian Imam Syafi’i juga mengatakan bahwa barang yang terikat dengan gadai dalam kepailitan menjadi hak penerima gadai dan Ibnu Rusyd juga berpendapat bahwa harta penerima gadai dibelokkan dari utang para pemilik piutang. Kemudian penjualan jaminan fidusia harus dilakukan oleh hakim sebagaimana hadits dari Ka’ab bin Malik dan Abdurrahman bin Ka’ab yang menjelaskan bahwasannya Rasulullah menjual harta Mu’adz ketika hutangnya telah melebihi dari hartanya. Kata kunci: Hukum Islam, Pailit, Eksekusi Jaminan Fidusia.

    Abstraction

    ABSTRACT Article 55 paragraph 1 of Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation (UUKPKPU) discusses about the rights of fiduciary holder creditors may execute as if there is no bankruptcy, this regulation applies to the community of business actor and not business actor either individual or alliance, legal entity or not incorporated, and conventional or sharia-based, as well as the settlement is the authority of the Commercial Court which in fact its legal source is Law No. 37 Year 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of debt service obligation. This study aims to determine the execution of fiduciary guarantee when the debtor is bankrupt according to Article 55 paragraph 1 of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Postponement of Obligation of Debt Payment, then review it from the perspective of Islamic law. This research uses qualitative research methods in the form of juridical normative for the type of research is library (library research) which is descriptive analysis based deductive reasoning by describing the execution of fiduciary guarantee when the debtor is bankrupt according to Article 55 paragraph 1 of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation and then analyze from the perspective of Islamic law sourced from bibliography. The results of this study illustrate that according to Article 55 paragraph 1 of Law No. 37 Year 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Obligation of Debt Payment, creditors holding fiduciary guarantee have priority position in execution of fiduciary guarantee referred to as separatist creditor. However, there will be a 90 (ninety) day postponement after the bankruptcy decision, after the suspension is over, the creditor is given 2 (two) months to execute, if the fiduciary guarantee object has not been sold, it must be submitted to the curator for execution without prejudice to the creditor's holder the fiduciary. Islamic law also argues that the fiduciary holder's creditors hold priority in execution as Wahbah az-Zuhaili says one of the bankrupt objects which must be preceded by the sale is an object bound by bail or borg, then Imam Shafi'i also says that the goods are bound to mortgage in bankruptcy into the right of the pawnbroker and Ibnu Rusyd also argues that the property of the pledge receiver is deflected from the debts of the receivable owner. Then the sale of fiduciary collateral must be done by a judge as the hadith from Ka'ab bin Malik and Abdurrahman bin Ka'ab which explains that the Prophet sold Mu'adz's treasure when his debt has exceeded his property. Keywords: Islamic Law, Bankruptcy, Fiduciary Guarantee Execution.

Detail Jurnal