Detail Karya Ilmiah
-
PENERAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP LEMBAGA DI LUAR EKSEKUTIF (TINJAUAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 36/PUU-XV/2017)Penulis : RIFQI DHAIFULLAH AS’ADDosen Pembimbing I : Encik Muhammad Fauzan, SH., LL.M.Dosen Pembimbing II :Abstraksi
ABSTRAK Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 menyatakan hak angket tidak hanya tertuju pada kebijakan yang di buat oleh pemerintah (eksekutif) tetapi, hak angket bisa di tunjukan pada kelembagaan pemerintah (eksekutif). Putusan tersebut mengalami banyak problematika terutama kerancuan dalam mengartikan eksekutif atau bukan eksekutif dalam sistem tata negara Indonesia dan mengenai batasan hak angket DPR yang tidak di batasi. Kerancuan dalam mengartikan lembaga eksekutif dan bukan eksekutif harus di pertegas dan ketidak ada batasan hak angket DPR dalam putusan tersebut dapat melanggar konstititusinalitas pembatasan kekuasaan dalam menjalan haknya sebagai DPR. Metode dalam penelitian ini yang di gunakan adalah penelitian normatif yaitu penelitian yang meletakkan hukum sebagai bangunan sistem norma (asas-asas, kaidah peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin). Dalam penelitian ini mengunakan pendekatan perundang-udangan yaitu pendekatan yang menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum dengan cara mengumpulkan bahan hukum secara penafsiran, runtut dan sistematis. Pembahasan dalam penelitian ini membahas eksekutif dalam sistem tata negara Indonesia dan batasan mengenai lembaga yang bisa di angket dan tidak bisa di angket oleh DPR. Sehingga dari hasil pembahasan tersebut bisa di simpulkan bahwa eksekutif bisa di katakan Presiden dan Wakil Presiden sebagai penyelanggara pemerintahan yang di bantu para menteri diikuti oleh jajaranya sampai level birokrasi kebawah secara sistematis dan lembaga yang bisa di angket adalah lembaga eksekutif dan yang tidak bisa di angket adalah lembaga utama yang diatur dalam UUD NRI 1945 selain eksekutif dan lembaga independen. Kata Kunci : Hak Angket, Putusan Mahkamah Konstitusi, Eksekutif, DPR
AbstractionABSTRACT Decision of the Constitutional Court Number 36/PUU-XV/2017 states that the right of questionnaire does not merely belong to the policies made by the government (executive) but, the right of questionnaire can be shown on the government institution (executive). The decision is experiencing many problems, especially the confusion in interpreting the executive or non-executive in the Indonesian governance system and it concerns on the right limitations of the House of Representatives (DPR) questionnaire that is not limited. The confusion in interpreting the executive and non-executive institutions must be strongly emphasized and there is no limit to the House's quessionnare rights in the decision could violate the constitutionality of the policy limitation in exercising its right as the DPR. The research methodology uses normative research that a research which puts law as building of norm system (principles, rule of law, court decision, agreement and doctrine). This study also uses legislation approach that an approach examines all laws and regulations related to legal issues by collecting legal material in interpretation, systematic and coherent. The discussion in this study discusses executives in the Indonesian state governance system and the limits on institutions that can be questioned and can not be questioned by DPR. Therefore, the results of the discussion can be concluded that the executive can be said to the President and Vice President as a government regulator in assisting the ministers followed by their ranks until the level of bureaucracy down systematically and institutions that both can be questioned is the executive and can not be in the questioned is the main institutions regulated in the 1945 Constitution of the Indonesia Republic (UUD NRI) in addition to executive and independent institutions. Keywords: Right of Questionnaire, Decision of Constitutional Court, Executive, House of Representatives