Detail Karya Ilmiah

  • PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU MAIN HAKIM SENDIRI
    Penulis : MUHAJIR
    Dosen Pembimbing I : Dr. Syamsul Fatoni, S.H.,M.H.
    Dosen Pembimbing II :
    Abstraksi

    ABSTRAK Perbuatan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) adalah istilah bagi tindakan untuk menghukum suatu pihak tanpa melewati proses yang sesuai dengan hukum, tindakan yang dapat melanggar hak tanpa mengindahkan hukum, tanpa sepengetahuan pemerintah dan tanpa menggunakan alat kekuasaan pemerintah atau penegak hukum. Di dalam KUHPidana belum mengatur secara khusus terhadap perbuatan main hakim sendiri ini akan tetapi dapat dirumuskan sebagai penganiayaan atau kekerasan yang diatur dalam Pasal 351 dan 170 KUHP. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu membahas terkait pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku main hakim sendiri, dan bagaimana pertanggungjawaban keturut sertaan dalam tindakan main hakim sendiri. Jenis penelitian sekripsi ini adalah penelitian hukun normatif, yaitu penelitian yang mengkaji sebuah isu hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang tertulis dan masih berlaku di Indonesia. Bahan hukum yang digunakan penelitian ini adalah bahan hukum sekunder, yaitu data berupa bahan pustaka yang mencakup undang-undang, karya ilmiah, dokumen resmi serta dokumen lainnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa perbuatan main hakim sendiri (Eigenrichting) dapat dipertanggungjawabkan secara pidana karena telah memenuhi beberapa unsur kesalahan yaitu: a. kemampuan bertanggungjawab dari si pembuat yang diatur dalam Pasal 44 KUHP. b. adanya perbuatan melawan hukum yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu : disengaja dan kealpaan yang diatur dalam Pasal 359 KUHP c. tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat yang diatur dalam Pasal 48 s/d 51. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat. Ketiga persoalan tersebut apabila sudah terpenuhi maka sudah jelas orang-orang tersebut dapat dipidana. Sedangkan deelneming atau keturut sertaan dapat dikategorikan sama dengan pelaku tindak pidana berdasarkan Pasal 55 KUHP akan tetapi dalam hal pembantu tindak pidana dikurangi sepertiga dari pidana pokok. Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku, Main Hakim Sendiri ?

    Abstraction

    ABSTRACT Vigilantism (Eigenrichting) is an act to prevent crime, or to catch and punish someone who has committed a crime in an unofficial way, an act which violates the human rights by denying the law, an act which is done without the government consent and an act which is done without the authority of the government and the law. The Indonesian Criminal Code still does not set the particular regulation for vigilantism, yet vigilantism can still be defined as persecution and violence which is regulated in Sections 351 and 170 of the Indonesian Criminal Code. The research questions of this study discussed the criminal accountability of vigilante and the accountability of the involvement in vigilantism. This is a normative legal research i.e. this research investigate a legal issue based on the legislative rules which are written and are still validly applied in Indonesia. The legal materials which are used in this research are secondary legal materials i.e. library materials which cover constitutions, scientific works, official documents and other documents. The result of this research suggests that vigilantism (Eigenrichting) can be accounted criminally for it has covered several elements of violations, those are: a. the accountability of the vigilante which is regulated in Section 44 of the Indonesian Criminal Code. b. the presence and the absence of legal violations which is closely related to the action (i.e. it is done intentionally) which is regulated in Section 359 of the Indonesian Criminal Code. c. there is no justifier excuse or excuses which can nullify the legal accountability for the vigilante which is regulated in Sections 48 through 51. There is no justifier excuses or excuses which can nullify the legal accountability for the vigilante. If those three issues have already been covered, it is clear that the vigilante can be prosecuted by law. On the other hand, deelneming or the involvement (of vigilantism) is considered as equal with the vigilante according to Section 55 of the Indonesian Criminal Code, however in terms of helping someone doing criminal acts, the sentence was lessened a third from doing primary criminal action. Keywords: Legal accountability, Vigilante, Vigilantism.

Detail Jurnal