Detail Karya Ilmiah

  • IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.107/PUU-XIII/2015 TENTANG BATAS WAKTU PENGAJUAN PERMOHONAN GRASI
    Penulis : RIZKY AMALIA ROIFANY
    Dosen Pembimbing I : Dr.Deni Setya Bagus Yuherawan, SH., MH
    Dosen Pembimbing II :
    Abstraksi

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 yang telah mencabut pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 jo Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi menimbulkan permasalahan dari sisi hukum maupun pelaksanaan dari hukum itu sendiri. Permasalahan hukum tersebut timbul dari ketidakjelasan dan ketidakpastian aturan tentang jangka waktu pengajuan permohonan grasi yang awalnya memiliki jangka waktu selama satu tahun setelah putusan inkrah menjadi tidak adanya batasan waktu. Sehingga menimbulkan permasalahan dari sisi hukum maupun dari pelaksanaan aturan itu sendiri. Aturan tersebut menimbulkan cela yang dapat dimanfaatkan oleh para terpidana khususnya terpidana mati untuk menunda dan mengulur eksekusi putusan mati akibat dari tidak ada batasan waktu yang jelas dalam pengajuan permohonan grasi. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian Teoritis (Theoritcal Research) dengan bantuan pendekatan hukum konseptual (Conceptual Approach). Hasil dari penelitian tersebut adalah Mahkamah Konstitusi tidak tepat dalam mencabut pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 perubaahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi melalui Putusan Nomor 107/PUU-XIII/2015. Karena putusan tersebut menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakpastian norma dalam aturan yang mengatur mengenai batas waktu pengajuan permohonan grasi, sehingga menyebabkan adanya cela dalam aturan tersebut yang dapat dimanfaatkan oleh terpidana khususnya terpidana mati untuk menunda pelaksanaan eksekusi mati. Kata Kunci : Putusan MK, Batas Waktu Permohonan Grasi dan Eksekusi Pidana Mati

    Abstraction

    Decision of the Constitutional Court Number 107 / PUU-XIII / 2015 which has revoked Article 7 paragraph (2) of Law Number 5 Year 2010 amendment to Law Number 22 Year 2002 regarding clemency cause problems from the side of law and implementation of law itself. These legal issues arise from the obscurity and uncertainty of the rules on the deadline for filing a petition for clemency which initially has a deadline for one year after the decision of inkrah becomes the absence of a time limit. It cause problems from the side of the law and from the implementation of the rules themselves. Such a blemish that can be used by the convicts, especially death row convicts to delay and stall the execution of the death sentence resulting from no clear time limit in filing a petition for pardon. The research method used is theoretical research method (Theoritcal Research) with the help of conceptual legal approach (Conceptual Approach). The result of the research is that the Constitutional Court is not necessarily correct in revoking Article 7 paragraph (2) of Law Number 5 Year 2010 of the amendment of Law Number 22 Year 2002 on clemency through Decision Number 107 / PUU-XIII / 2015. Because the ruling raises the obscurity and uncertainty of the norms in the rules governing the deadline for filing a petition for pardon, causing blame in the rule that can be exploited by the convict, especially the death row convict to delay the execution of death. Keywords : Decisions of Constitutional Court, Deadline of Petition for Pardon and Execution of Death Prison

Detail Jurnal