Detail Karya Ilmiah

  • REKONSTRUKSI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM SISTEM KETATA NEGARAAN INDONESIA
    Penulis : NUR MUHAMMAD SULAIMAN
    Dosen Pembimbing I : Dr. Safi, S.H., M.H.
    Dosen Pembimbing II :
    Abstraksi

    ABSTRAK UUD NRI Tahun 1945 telah merubah sistem ketata negaraan Indonesia yang sebelumya pembagian kekuasaan menjadi pemisahan kekuasaan dengan menerapkan prinsip cheks and balances. Kedudukan MPR berubah yang sebelumnya sebagai lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara yang sederajat. Keadaan ini mengurangi kewenangan MPR, saat ini MPR mempunyai kewenangan: (i) mengubah dan menetapkan UUD; (ii) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; (iii) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden ditengah masa jabatan; (iv) memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam mengisi lowongan jabatan. MPR tidak lagi menetapkan GBHN dan memilih Presiden dan Wakil Presiden, akibatnya tidak ada kewenangan MPR yang bersifat tetap. MPR sebagai institusi tetap tidak akan berjalan efektif karena kewenangan yang dimiliki hanya bersifat insidentil. Melalui penelitian normatif dengan pendekatan perundangan dan perbandingan penelitian ini bertujuan merekonstruksi kelembagaan MPR dan lembaga perwakilan dalam sistem ketata negaraan Indonesia supaya MPR menjadi lembaga negara yang lebih efektif. Hasil penelitian ini melihat bahwa perubahan kelembagaan MPR menjadi sidang gabungan (joint session) antara DPR dan DPD dengan perimbangan kekuasaan berdasarkan prinsip checks and balances merupakan konsep ideal dan relevan dengan kewenangan yang dimilikinya. Pada akhirnya MPR akan memiliki kewenangan-kewenangan di bidang legislatif yaitu: (i) Membentuk undangundang; (ii) Menetapkan APBN; (iii) Mengawasi jalannya pemerintahan; (iv) Mengesahkan perjanjian internasional; (v) Memberikan persetujuan untuk pernyataan perang dan damai dengan negara lain. Kewenangan-kewenangan tersebut kemudian dilaksanakan oleh DPR dan DPD dengan perimbangan kekuasaan agar sejalan dengan checks and balances sistem yang dianut. Kata Kunci: Kewenangan MPR, Kelembagaan, Sidang Gabungan

    Abstraction

    ABSTRACT The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia has changed the Indonesian state system which previously divided power into the separation of powers by applying the principle of cheks and balances. The position of the MPR changed as previously the highest state institution to become an equal state institution. This situation diminishes the authority of the MPR, at this time the MPR has the authority: (i) change and stipulate the Constitution; (ii) inaugurating the President and / or Vice President; (iii) dismissing the President and / or Deputy President in the middle of the term of office; (iv) electing the President and / or Vice President to fill vacancies in positions. The MPR no longer sets the GBHN and chooses the President and Vice President, consequently there is no permanent MPR authority. The MPR as an institution will still not be effective because the authority possessed is only incidental. Through normative research with a regulatory approach and a comparison of this research, it aims to reconstruct the MPR institutions and representative institutions in the Indonesian state system so that the MPR becomes a more effective state institution. The results of this study see that changes in the institutional MPR into a joint session between the DPR and DPD with the balance of power based on the principle of checks and balances are ideal concepts and are relevant to the authority they have. In the end the MPR will have powers in the legislative field, namely: (i) Forming laws; (ii) Establishing the State Budget; (iii) Supervise the running of the government; (iv) Ratifying international agreements; (v) Give approval for statements of war and peace with other countries. These powers were then implemented by the DPR and DPD with the balance of power to be in line with the system checks and balances adopted. Keywords: MPR Authority, Institution, Joint Session

Detail Jurnal