Detail Karya Ilmiah

  • Kewenangan Penangkapan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Badan Narkotika Nasional
    Penulis : HERY KUSNANTO
    Dosen Pembimbing I : DR. NUNUK NUSWARDANI,S.H.,M.H
    Dosen Pembimbing II :DR. WARTININGSIH, S.H.,M.HUM
    Abstraksi

    KEWENANGAN PENANGKAPAN PENYIDIK KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN PENYIDIK BADAN NARKOTIKA NASIONAL Peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan tindak pidana narkotika sangat diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan inkonvensional yang dilakukan secara sistematis, menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta dilakukan secara terorganisir (or ganizeci crime) dan sudah bersifat transnasional (transnasional crime). Tidak dapat dipungkiri memang bahwa kejahatan narkoba menimbulkan dampak yang sangat membahayakan baik terhadap masyarakat maupun terhadap masa depan bangsa dan negara. Adanya wewenang Penyidik BNN yang demikian luas dalam penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, maka wewenang BNN cenderung menyimpang dari asas-asas KUHAP maupun asas-asas universal yang berlaku selama ini dalam hukum pidana. Permasalahan kewenangan ini bisa berpotensi menjadi polemik institusional yang patut menjadi perhatian, karena soal kewenangan menyangkut masalah gengsi institusional. Institusi dapat dianggap tidak mampu dan tidak cakap melaksanakan kekuasaan yang diberikan, bahkan dianggap tidak pernah memberikan akuntabilitas memadai sesuai dengan harapan masyarakat apalagi kewenangan ini menyangkut kekuasaan. Berkenaan dengan itu, penulis tertarik meneliti lebih lanjut persoalan kewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Agar relevan dengan arah penelitian ini, maka penulis tetapkan judulnya sebagai berikut: “Kewenangan Penangkapan Penyidik Polri dan Penyidik BNN menurut UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dalam kewenangan Penangkapan”.Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui kewenangan lama waktu penangkapan oleh Penyidik Polri dan Penyidik BNN, Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi lamanya penyidik dalam proses pembuktian Tindak Pidana Narkotika dan Untuk menjadi acuan Penyidik Polri dalam melakukan penangkapan dan jangan sampai praperadilan karena tidak sahnya penangkapan. Metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah melalui penelitian yuridis normatif, dengan cara menghimpun bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan Kewenangan Penangkapan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Badan Narkotika Nasional Menurut UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang –Undang Hukum Acara Pidana Kewenangan penangkapan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Badan Narkotika Nasional. Kewenangan Penyidik Polri diatur dalam KUHAP, sedangkan kewenangan Penyidik BNN diatur dalam UU No. 39 Tahun 2009. Kewenangan Penyidik Polri dalam melakukan penyidikan kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangat terbatas jika dibandingkan dengan kewenangan Penyidik BNN berkaitan dengan batasan waktu yaitu sehari atau 1 x 24 jam untuk Penyidik Polri dan tiga hari atau 3 x 24 jam yang masih memungkinkan diperpanjang. Keahlian khusus dalam hal pemahaman mengenai narkotika yang tidak dipunyai oleh Penyidik Polri bila dibandingkan dengan Penyidik BNN menambah rentan hasil penanganan Penyidik Polri untuk diajukan praperadilan. Penyelesaian adanya dua peraturan perundang-undangan dalam penerapan penangkapan terhadap tersangka Tindak Pidana Narkotika, oleh Penyidik Polri dan Penyidik BNN dilakukan untuk menghindari semakin buruknya hubungan kedua belah pihak, proses penyidikan lewat ”satu pintu/koordinasi”, agar semua data tentang proses penyidikan tidak tersebar di berbagai instansi tetapi tercatat (terdokumentasi/ terinventarisasi) di satu badan/lembaga agar memudahkan koordinasi, pengawasaan dan monitoring”.

    Abstraction

    AUTHORITIES INVESTIGATING the ARREST of INDONESIAN NATIONAL POLICE and NATIONAL NARCOTICS AGENCY NARCOTICS AGENCY INVESTIGATORS and regulations that support the efforts of the eradication of criminal acts of narcotics is indispensable, especially the crime of narcotics is one form of unconventional crime conducted systematically, using the modus operandi of high and advanced technology as well as done in organized (or ganizeci crime) and already are transnational (transnational crime). Can not be denied that drug crime is indeed raises a very harmful impact both on society as well as the future of the nation and the State. The presence of the investigating authority in the BNN investigation as provided for in article 7 of law No. 35 of 2009, then the authority of BNN tend to deviate from the CODE of CRIMINAL PROCEDURE principles or universal principles that are valid for this in criminal law. The problem of this power could potentially be institutional polemic worthy of attention, as a matter of authority concerning the problem of institutional prestige. The institution may be considered not able to and does not implement a given power capably, even considered never gave adequate accountability in accordance with the expectations of the community let alone this power comes to power. With regard to that, the authors are interested in further researching the question of the authority of the investigator as provided in Act No. 35 of 2009 about narcotics. In order to be relevant to this research direction, then the author defines the title as follows: "the police and Investigators Arrest Authority Investigators BNN according to Act No. 35 of 2009 about Narcotics and law No. 8 of 1981 on CRIMINAL PROCEDURE CODE within the authority of arrest". This research aims to know the length of time authorities arrest by Police Investigators and Investigators BNN, to know the factor affecting the length of the investigator in the process of proving the crime of narcotics and to become a reference in making arrests National Police Investigators and do not get pretrial because no legitimate arrests. Research methods used to achieve the objectives of this research is through normative juridical research, by means of legal materials gathers both primary law materials nor secondary law materials relating to State Police Investigators Arrest Authority of the Republic of Indonesia and the National Narcotics Agency Investigators according to LAW Number 35 of 2009 About Narcotics and LAW No. 8 of 1981 On the book of the Law – the law of criminal procedure Authorizes the arrest of State Police Investigators of the Republic of Indonesia and the National Narcotics Agency Investigators. The investigating Police authorities set forth in the CODE of CRIMINAL PROCEDURE, the investigating authority while the BNN is set out in ACT No. 39 of 2009. The investigating Police authorities in conducting the investigation of cases of abuse and illicit narcotics is very limited when compared to the investigating authority BNN with regards to time restrictions i.e. a day or 1 x 24 hours to the Police Investigators and three days or 3 x 24 hours that still allows extended. Special expertise in terms of the understanding of the Narcotics that are not to the investigating Police when compared with Investigators handling results add the BNN vulnerable to Police Investigators filed pretrial. The completion of the two regulations in the implementation of the arrest of suspects of criminal acts against Narcotics, Police Investigators and Investigators by BNN is carried out to avoid the increasingly poor relations of the parties, the process of investigation through "one door/coordination", so that all the data about the process of investigation is not spread across various agencies but recorded (documented/terinventarisasi) at one agency/agencies in order to facilitate the coordination, and monitoring

    Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal
Detail Jurnal