Detail Karya Ilmiah

  • EKSISTENSI SAKSI PELAKU(JUSTICE COLLABORATOR) DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN PERTIMBANGAN HAKIM
    Penulis : DWI ROWDHOTUL PUTRI
    Dosen Pembimbing I : Dr. Syamsul Fatoni, SH.,M.H.
    Dosen Pembimbing II :
    Abstraksi

    Korupsi yang terjadi di Indonesia memerlukan penanganan khusus untuk memberantasnya. Cara pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi adalah mengeluarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Justice collaborator merupakan pelaku tindak pidana tertentu yang mengakui kesalahannya, namun ia bukan pelaku utama sehingga dapat membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap pelaku utama dan juga memberikan kesaksiannya di persidangan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan dua metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penggunaan pendekatan tersebut untuk mengetahui eksistensi justice collaborator ini apakah telah sesuai dengan ketentuan perlindungan dan perlakuan khusus bagi justice collaborator dan pertimbangan hakim dalam menentukan berhak atau tidak seorang terdakwa menjadi justice collaborator dan mendapatkan penghargaan atas bantuannya. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu undang-undang perlindungan saksi dan korban, SEMA Nomor 4 Tahun 2011, konvensi internasional tentang tipikor, dan peraturan bersama tentang Saksi Pelaku yang Bekerjasama. Bahan hukum sekunder yaitu buku, artikel, dan jurnal tentang justice collaborator. Hasil penelitian menunjukkan SEMA Nomor 4 Tahun 2011 dan perundang-undangan lainnya memuat mengenai perlindungan, perlakuan khusus, dan penghargaan bagi justice collaborator. Namun tidak disertai dengan pengaturan prosedur pengungkapan fakta, batasan pengungkapan fakta agar tidak terjadi keterangan palsu oleh justice collaborator. Penentuan seorang terdakwa berhak atau tidak menjadi justice collaborator dan mendapat keringanan hukuman dibuktikan dalam ranah judikasi sehingga hakim yang berhak menilai seorang terdakwa berhak menjadi justice collaborator dan mendapat keringanan hukuman. Kata Kunci: Justice Collaborator, Korupsi, Prosedur.

    Abstraction

    Corruption is happening in Indonesia require special handling to eradicate it. The way the government to combat corruption is make a SEMA number 4/2011 about Treatment for Whistleblowers and Justice Collaborators in Certain Criminal Acts. Justice collaborator is a particular offender who acknowledges his guilt, but he is not the main actor so that he can help law enforcement officers to reveal the main actors and also to testify in court. This research is normative research which is using two methods of legislation approach and case approach. Use of that approach to know hhe existence of justice collaborator is in accordance with the provisions of protection and special treatment for justice collaborator and judge's judgment in determining whether or not a defendant is a justice collaborator and was rewarded for his help. The legal material used is the primary legal material there is Legislation of witness and victim, SEMA number 4/2011, International Convention abaout coruption, and Joint rules about whistleblower and justice collaborator. Secondary law materials are books, articles, and journals about justice collaborator. The results showed SEMA Nomor 4 Tahun 2011 And other legislation contains on protection, special treatment, and awards for justice collaborators. However, it is not accompanied by regulation of disclosure procedure, limitation of fact disclosure to avoid false information by justice collaborator. The determination of a defendant is entitled or not to become a justice collaborator and to receive leniency proven in the area of adjudication so that the judge who is entitled to judge a defendant is entitled to be a justice collaborator and receive leniency. Keywords: Justice Collaborator, Corruption, Procedure.

Detail Jurnal