Detail Karya Ilmiah

  • Kepatuhan (Obedience) terhadap Pantangan Tidak Boleh Memakai atau Membawa Kain Batik Motif Parang Rusak pada Masyarakat Kecamatan Ngluyu Kabupaten Nganjuk
    Penulis : HENDRO SEPTIYONO
    Dosen Pembimbing I : dr. SITI NURFITRIA, S.Ked., M.Biomed
    Dosen Pembimbing II :
    Abstraksi

    Masyarakat Kecamatan Ngluyu Kabupaten Nganjuk memiliki beberapa tradisi atau kearifan lokal, salah satunya adalah pantangan tidak boleh memakai atau membawa kain batik dengan motif parang rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan (obedience) terhadap pantangan tidak boleh memakai atau membawa kain batik dengan motif parang rusak pada masyarakat Kecamatan Ngluyu Kabupaten Nganjuk. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologis. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling berjumlah 3 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara semiterstruktur. Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan tehnik Miles and Huberman. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu gambaran perilaku kepatuhan (obedience) terhadap pantangan tidak boleh memakai atau membawa kain batik dengan motif parang rusak pada tiga aspek 2 kepatuhan (obedience) yaitu kekuatan otoritas, konsistensi, dan budaya. Pada aspek kekuatan otoritas tokoh yang memiliki otoritas untuk memerintahkan adanya pantangan tidak boleh memakai atau membawa kain batik motif parang rusak adalah Mbah Suromangunjoyo yang merupakan leluhur pendiri Kecamatan Ngluyu. Pada aspek konsistensi, subjek tidak pernah sama sekali melanggar adanya pantangan, apabila ada yang melanggar maka masyarakat akan mencari lalu segera membuang kain parang rusak keluar wilayah Ngluyu, serta subjek memberikan sosialisasi kepada warga pendatang untuk mematuhi adanya pantangan di wilayah Ngluyu tersebut. Pada aspek budaya, seluruh subjek tanpa terkecuali mendukung adanya pantangan tidak boleh memakai atau membawa kain batik motif parang rusak.

    Abstraction

    People of Ngluyu Sub district Nganjuk Regency own some tradition and local wisdom, that one of is abstinence should not be wearing or carrying cloth batik parang rusak design. The Study has an aim to know the potrait of obedience to abstinence should not be wearing or carrying cloth batik parang rusak design in Ngluyu Sub district Nganjuk Regency. This study uses a phenomenological qualitative method. The sample collection is done by Purposive Sampling amount 3 people. Data collection use by intervieew. Data Analisis in this study use Miles and Hubberman technique. The results obtained in this study is an overview of obedience behavior toward abstinence should not wear or bring cloth batik parang rusak design in 3 aspect that is the power of authority, consistency, and culture. In aspect the power of authority, figures have the authority to order their abstinence should not be wearing or carrying cloth batik parang rusak design is Mbah Suromangunjoyo which is the ancestral founder of the Sub district Ngluyu. In aspect consistency, subjects never completely violated their abstinence, if there is a violation, the people will look for the immediately throw out the cloth batik parang rusak design out from Ngluyu regions and subjects also provide socialization to the immigrant population to obedience with the abstinence in the Ngluyu region. In aspect culture, subjects without exception support their abstinence should not be wearing or carrying cloth batik parang rusak design.

Detail Jurnal