Detail Karya Ilmiah
-
PENATAGUNAAN TANAH DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENATAAN TATA RUANG WILAYAHPenulis : WAHYUDIDosen Pembimbing I : Dr. Mufarrijul Ikhwan, SH.,MHumDosen Pembimbing II :Dr. Indien Winarwati, SH.,MHAbstraksi
Keberadaan tanah merupakan hal yang sangat penting bagi negara dan masyarakat Indonesia dan pemanfatannya tidak dapat dilepaskan dari perencanaan tata ruang yang ada di setiap wilayah. Konstitusi di Indonesia sudah sangat jelas mengatur yaitu tertera di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Adapun untuk mewujudkan reformasi agraria, Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 Nomor 104-TLNRI Nomor 2043 sudah mengatur dengan jelas. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa : Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, air, udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya. UUPR kemudian ditindaklanjuti dengan penataan ruang di tingkat wilayah provinsi dan di tingkat kabupaten/kota. Sebagai salah satu aplikasi untuk menindaklanjuti UUPR di wilayah provinsi adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011-2031. Ditingkat wilayah kabupaten, salah satunya adalah Peraturan Daerah kabupaten Bangkalan Nomor 10 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan Tahun 2009-2029. Regulasi yang spesifik yang mengatur khusus tentang penatagunaan tanah adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. PP tersebut dalam konsideran menimbang disebutkan bahwa PP Nomor 16 Tahun 2004 sebagai aturan pelaksanaan dari UUPR. Issu hukum dalam penelitian ini adalah terkait dengan pengaturan tentang keberlanjutan penatagunaan tanah sebagai pelaksanaan dari penataan tata ruang wilayah; dan efektifitas penataan tata ruang wilayah di bidang penatagunaan tanah. Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah Penatagunaan tanah, diatur dan diselenggarakan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sebelumnya sudah ada dan diatur oleh regulasi yang dibuat baik di tingkat pemerintah pusat, provinsi, maupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Pengaturan tentang penataan ruang di rumuskan di dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, LNRI Tahun 2007 No. 68-TLNRI No. 4725. Terkait pengaturan lebih lanjut tentang penataan ruang di bidang penatagunaan tanah, kemudian disahkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, LNRI Tahun 2004 No. 45-TLNRI No. 4385. Pengaturan tentang penatagunaan tanah di tingkat pemerintah pusat, ditindaklanjuti oleh pemerintah di tingkat Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011 – 2031. Perda Prov. Jatim. RTRW merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 23 ayat (6) Undang-undang tentang Penataan Ruang (UUPR), akan tetapi Pemerintah Daerah Provinsi jawa Timur belum memiliki regulasi yang mengatur khusus tentang penatagunaan tanah. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur dalam rangka penatagunaan tanah, masih mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (PPPT). Kemudian di daerah Kabupaten ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan dengan mensahkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan Tahun 2009 -2029. Di dalam konsideran menimbang, Perda Bangkalan. RTRW masih mengacu pada UUPR dan Perda Prov. Jatim. RTRW dan juga belum ada norma yang mengatur khusus tentang penatagunaan tanah. Substansinya pengaturan khusus terkait dengan penatagunaan tanah, masih belum ada norma positif yang berkelanjutan dari tingkat pemerintah pusat sampai pada pemerintah daerah kabupaten. Hasil yang kedua adalah bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, produktif, care terhadap masyarakat umum, dan berkelanjutan. Upaya untuk mendukung tujuan di atas, sangat diperlukan arah kebijakan dari pemerintah yang bertanggung jawab dan dan berpandangan kerakyatan. Arah kebijakan pembangunan di bidang penataan ruang, dapat dilihat dari berbagai perspektif, di antaranya pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, nilai strategis kawasan, dan pendekatan kegiatan kawasan. Kejelasan pendekatan tersebut sangat dibutuhkan untuk memelihara efektivitas, keserasian, keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan antara stakeholders yang ada untuk pembangunan nasional di bidang penataan ruang khususnya penatagunaan tanah. Selain pelaksanaan pendekatan yang maksimal seperti di atas, yang perlu di perhatikan juga dalam upaya agar penataan ruang di bidang penatagunaan tanah dapat efektif dan berdaya guna adalah tentang tugas dan wewenang antara pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Tugas dan wewenang ketiganya harus selaras, dan tidak tumpang tindih seperti halnya diatur di Pasal 7, 8, 9 UUPR (untuk pemerintah pusat), Pasal 10 UUPR (untuk pemerintah provinsi), dan Pasal 11 UUPR (untuk pemerintah kabupaten/kota).
AbstractionThe existence of the soil is very important for the country and people of Indonesia and pemanfatannya can not be separated from the existing spatial planning in each region. In the Indonesian constitution is very clear set that is listed in Article 33 paragraph (3) 1945. As to realize agrarian reform, of Law No. 5 of 1960 on Basic Agrarian Basic Regulation, LNRI 1960 No. 104-TLNRI No. 2043 has been set clearly. Law No. 26 of 2007 on Spatial Planning in Article 33 paragraph (1) states that: Utilization of space refers to the space functions specified in the spatial plan implemented by developing stewardship of land, water, air and other natural resources stewardship. UUPR then followed up with spatial planning at the provincial and at the district / city. As one of the applications to follow UUPR in the province is the East Java Provincial Regulation No. 5 of 2012 on the Provincial Spatial Plan of the Year from 2011 to 2031. The level of districts, one of which is Bangkalan Regional Regulation No. 10 Year 2009 on Spatial Planning Bangkalan Year 2009-2029. Specific regulations governing special about land stewardship is the Indonesian Government Regulation Number 16 of 2004 on Land Use Administration. The PP considers in the preamble states that Regulation No. 16 of 2004 as the implementation rules of UUPR. Legal issues in this study is related to the setting of the sustainability of land stewardship as the implementation of the regional spatial arrangement; and effectiveness of spatial arrangement in the field of land stewardship. The results obtained are the administration of the land, organized and hosted by the Spatial Plan (RTRW) that previously existed and governed by regulations made both at the central, provincial, and local government district / city. The arrangement of the spatial planning formulated in Act No. 26 of 2007 on Spatial Planning, 2007 No. LNRI 68-TLNRI No. 4725. Related to the further regulation of spatial planning in the field of land stewardship, and then passed on Government Regulation No. 16 of 2004 on Land Use Administration, LNRI 2004 No. 45-TLNRI No. 4385. The regulation of land stewardship at the central government level, followed up by the government at the East Java Provincial Government with the issuance of East Java Provincial Regulation No. 5 of 2012 on Provincial Spatial Plan of 2011 - 2031. Regulation Prov. East Java. RTRW is the implementation of the provisions of Article 23 paragraph (6) of the Law on Spatial Planning (UUPR), but the East Java Provincial Government has not had regulations governing special about land stewardship. Provincial Government of East Java in order to land stewardship, still referring to Government Regulation No. 16 of 2004 on Land Use Administration (PPPT). Later in the district followed by the regional government to legalize Bangkalan Regional Regulation No. 10 of 2009 on Spatial Planning Bangkalan Year 2009 -2029 (abbreviated regulation Bangkalan. RTRW). Weigh in the preamble, Regulation Bangkalan. RTRW still refers UUPR and regulation Prov. East Java. Spatial and also there is no norm that regulates special about land stewardship. Substance-specific settings related to the administration of land, there is still no sustainable positive norms of the central government to the district governments. The second result is that one of the objectives of national development is the establishment of national spatial safe, productive, care for the public, and sustainable. Efforts to support the above objectives, it is necessary policy direction of the government that is responsible and sighted populist. The direction of development in the field of spatial planning, can be viewed from various perspectives, including systems approach, the main function areas, administrative areas, the strategic value of the region, and the approach area activities. Clarity of approach is urgently needed to maintain effectiveness, harmony, balance, harmony, and integration between existing stakeholders to national development in the field of spatial planning, especially land stewardship. In addition to the implementation of maximum approach as above, to note also the efforts for spatial planning in the field of land stewardship can be effectively and efficiently are the tasks and powers between the central government, provincial and district / city governments. Duties and authority of the three must be aligned and do not overlap as well as regulated in Article 7, 8, 9 UUPR (for the central government), Article 10 UUPR (for the province), and Article 11 UUPR (for the district / city).
Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal