Detail Karya Ilmiah
-
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Incest Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di IndonesiaPenulis : MOH. IMAM NASRULLOHDosen Pembimbing I : Dr. Wartiningsih. S.H.,M.HumDosen Pembimbing II :Abstraksi
ABSTRAK Incest adalah hubungan seksual atau perkawinan antara dua orang yang bersaudara dekat yang dianggap melanggar adat, hukum, atau agama. Tindak pidana incest merupakan perbuatan pidana yang mana pelaku memiliki hubungan darah dengan korban, seperti halnya orangtua dengan anak atau antar saudara kandung. Rumusan permasalahan dalam penulisan ini adalah Apakah pelaku incest dapat dipertanggungjawabkan secara pidana menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penelitian hukum ini, termasuk dalam penelitian hukum normatif, yang menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tentang tindak pidana incest dalam pengaturan perundang-undangan di atur dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Pasal 81 ayat (3) Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Setelah pelaku memenuhi unsur tindak pidana, selanjutnya pelaku akan dimintai pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana incest tergantung dipenuhinya semua unsur pertanggungjawaban pidana dalam diri pelaku. Unsur tersebut adalah unsur kemampuan bertanggungjawab, unsur kesalahan( dolus dan culpa) dan tidak ada alasan pemaaf. Jika pada saat pembuktian pelaku tindak pidana incest dikatakan tidak mampu bertanggungjawab, maka pelaku tidak dipertanggungjawabkan atas tindak pidana tersebut. Ketidakmampuan bertanggungjawab dalam diri pelaku dapat berupa cacat jiwa atau gangguan jiwa. Untuk mengetahui pelaku tindak pidana incest mengalami cacat jiwa, maka, diperlukan keterangan ahli psikologi forensik dalam pembuktiannya pada pemeriksaan pengadilan. Namun, dalam penjatuhan putusan pidana hakim lah yang berhak memutuskan bahwa pelaku mengalami cacat jiwa atau tidak. Kata kunci: Incest, Pelaku, Pertanggungjawaban Pidana.
AbstractionABSTRACT Incest is sexual intercourse or marriage between two people that is a close relative who violate custom, law, or religion. The criminal act of incest is a crime in which the perpetrator has hubunga n blood to the victim, as well as parent-child or sibling. The formulation of the problem in this paper is Is incest perpetrators criminally accountable according to laws and regulations in Indonesia. Research this law, including the normative legal research, which approach the law (statute approach). The results showed that the regulation regarding the crime of incest in setting legislation set in Article 46 of Law No. 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence and Article 81 paragraph (3) of Law No. 35 of 2014 on Protection of Children. After the actors meet the elements of a criminal offense, then the perpetrators will be held accountable criminal. The criminal responsibility of the perpetrator of incest depending fulfillment of all elements of the criminal responsibility of the perpetrators themselves. The element is the element responsible capabilities, error element (dolus and culpa) and no excuses. If at the time the criminal incest proving incapable say responsible, the perpetrators are not held responsible for such offenses. Inability responsible actors themselves can be either mental disabilities or mental disorders. To find out the criminal incest mental disability, then, an information expert forensic psychology in his demonstration at the trial. However, the imposition of criminal decisions the judge was entitled to decide that the offender suffered mental disability or not. Keywords: Incest, Actor, Criminal Liability.