Detail Karya Ilmiah
-
KETENTUAN HUKUM YANG DITERAPKAN TERHADAP TINDAKAN SESEORANG YANG MEMPERMUDAH TERJADINYA PERBUATAN CABULPenulis : Dhewi Prastike AgustinDosen Pembimbing I : Dr. Syamsul Fatoni S.H., M.H.Dosen Pembimbing II :Abstraksi
ABSTRAK Prostitusi merupakan tempat orang yang menjual dirinya sebagai pelacur. Pelacuran sering disebut sebagai prostitusi (dari bahasa latin Prostituere atau Prostauree) misalnya berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, pencabulan, dan pergendakan. Keberadaan prostitusi tidak pernah selesai dikupas, apalagi dihapuskan. Meskipun demikian, setidaknya dunia prostitusi bisa mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya menyangkut hubungan kelamin dan mereka yang terlibat didalamnya, tetapi juga pihak yang ikut menikmati dan mengambil keuntungan dari keberadaan pelacuran, misalnya saja mucikari. Pekerja Seks Komersial dan juga mucikari bertentangan dengan norma yang ada dalam masyarakat serta dilarang. Peran seseorang yang mempermudah terjadinya perbuatan cabul sangatlah dominan dalam mengatur hubungan ini,karena banyak PSK yang merasa berhutang budi kepadanya, banyak PSK yang diangkat dari kemiskinan, walaupun dapat terjadi eksploitasi oleh seseorang yang mempermudah terjadinya perbuatan cabul kepada pelacur asuhannya. Sudah jelas bahwa perbuatan Prostitusi, khususnya yang mempermudah terjadinya perbuatan cabul ini adalah dilarang, bertentangan dengan norma masyarakat dan dianggap sebagai kejahatan. Jadi penelitian ini akan mengangkat bagaimanakah ketentuan hukum yang diterapkan terhadap tindakan seseorang yang mempermudah terjadinya perbuatan cabul. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian Normatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian undang-undang. Terdapat banyak aturan hukum untuk Tindakan seseorang yang mempermudah terjadinya perbuatan cabul. Yaitu, dimulai dari ketentuan dalam KUHP yang mencakup undang- undang umum, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mencakup undang-undang khusus perdagangan orang, dikarenakan terdapat lebih dari satu aturan yang mengatur, maka digunakan Pasal 63 sebagai pertimbangan. Kata kunci : Tindak Pidana, Mempermudah terjadinya Perbuatan Cabul
AbstractionABSTRACT Prostitution is a person who sells herself as a prostitute. Prostitution is often referred to as prostitution (from the Latin Prostituere or Prostauree) for example, means allowing oneself to commit adultery, do fornication, sexual abuse, and pergendakan. The existence of prostitution is never finished peeled, let alone wiped out. Nevertheless, at least the world prostitution can reveal many things about the dark side of human life, not only about sexual intercourse and those involved in it, but also those who come to enjoy and take advantage of the existence of prostitution, such as pimping. Commercial sex workers and also pimps contrary to the norms that exist in society and prohibited. Facilitate the role of someone who is obscene acts dominant in regulating this relationship, because many prostitutes who feel indebted to him, many prostitutes were lifted from poverty, although possible exploitation by someone who facilitate the occurrence of acts obscene to prostitute her care. It is clear that the act of Prostitution, in particular, prone to lewd acts are prohibited, contrary to the norms of society and is considered a crime. So This research will be raised how laws are applied the actions of a person, prone to obscene acts. This type of research is a kind of normative research. The the approach used in research legislation. There are many rules of law for Individual acts facilitate the occurrence of obscene acts. Namely, starting from the provisions of Penal Code which includes common law, Law No. 21 Year 2007 on Combating Trafficking in Persons, Law No. 35 of 2014 on the Protection of Children Act No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions, which includes special legislation trafficking, because there are more of the rules governing, then used Article 63 for consideration. Keywords: Crime, Easing the Obscene Acts