Detail Karya Ilmiah
-
PROBLEMATIKA HUKUM GUGAT CERAI SEKALIGUS ITSBAT NIKAH DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PADANG NOMOR 1026/PDT.G/2014/PA.PDGPenulis : ENIS TRI WIJAYANTIDosen Pembimbing I : INDAH PURBASARI, SH., LL.MDosen Pembimbing II :Abstraksi
ABSTRAK Perkawinan di bawah tangan adalah hanya sah menurut hukum agama karena tidak dicatatkan. Apabila ingin dicatat harus melakukan itsbat nikah yakni pengesahan nikah di Pengadilan Agama. Apabila pasangan yang melakukan nikah di bawah tangan hendak melakukan perceraian harus melakukan itsbat nikah sekaligus perceraian, sebagaimana salah satu contoh kasus Putusan Pengadilan Agama Padang Nomor: 1026/Pdt.G/2014/Pa.Pdg. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan mengenai itsbat nikah sekaligus perceraian, keabsahan persaksian dalam putusan tersebut, serta memperoleh kejelasan apakah itsbat nikah diperlukan setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi. Metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif dengan Pendekatan Peraturan Perundang-Undang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa itsbat nikah hanya diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Namun, Kompilasi Hukum Islam justru memberi kelonggaran terhadap semua perkawinan di bawah tangan. Seharusnya pengaturan itsbat nikah diberi batasan agar tidak melanggar ketertiban perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Pesaksian dalam putusan ini seharusnya tidak diterima karena termasuk tertimonium de auditu yang hal ini tidak sesuai pasal 308 R.bg karena saksi hanya mengetahui dari orang lain harusnya saksi yang dihadirkan adalah yang melihat, mendengar, dan mengalami sendiri. Setelah Putusan Mahkamah Kontitusi, itsbat nikah dapat dinilai tidak perlu untuk memperoleh akta kelahiran anak, karena anak dapat memperoleh akta melalui mekanisme pengakuan anak yang diatur dalam Undang-undang Administrasi Kependudukan, pengakuan anak hanya dibuat oleh ayah dengan surat pengakuan bermaterai, pengaturan ini seharusnya dilengkapi dengan tes DNA sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi agar tidak terjadi penyelewengan. Kata kunci: Itsbat Nikah-Persaksian-Pengakuan anak
AbstractionABSTRACT Unauthorized Marriage is only legalized by Religion law (E.g. Islamic Law) but because it is not listed by the government officer. The spouses, who once committed to unauthorized marriage and later want to do a divorce, have to propose itsbat nikah (legalization of marriage), such as in the court decision of Shariah Court of Religious Court Decision Number 1026 / Pdt.G / 2014 / Pa.Pdg. This study aims to gain clarify on the procedure of itsbat marriage and the divorce, the validity of the testimony in the decision, as well as obtaining the necessary clarity whether itsbat nikah is still needed after the release of the Constitutional Court Decision. The method used is the normative research and used statute approach. The results showed that itsbat nikah is only set in the Compilation of Islamic Law but not set in Marriage Law (Law of Republic of Indonesia Number 1/1974 on Marriage). However, Compilation of Islamic Law gives broader interpretation to legalize easily unauthorized marriage. Therefore, it is considered to contradict with the the order arranged marriages in the Marriage Act. Besides, the witnesses in this decision should not be accepted because it is included into testimonium de audito in accordance with Section 308 R.bg that witness must be the person who see, hear, and experience for themselves. After the Constitutional Court's decision, itsbat nikah can be considered not necessary to obtain a birth certificate a child, because the child can obtain certificates through recognition of child regulated by the Civil Administrative Law. The recognition is conducted by the father of the child by making with the letter of acknowledgment and legalized by the authorized stamp. Actually, This arrangement should be equipped with a DNA test in accordance with the Decision of the Constitution Court in order to avoid misuse of recognition or deceitful confession. Keywords: Itsbat Nikah-Witnesses-Recognition of children