Detail Karya Ilmiah
-
Problematika Hukum Atas Operasionalisasi baitul Maal Wat TamwilPenulis : YuliatinDosen Pembimbing I : Indah Purbasari, S.H., LL.MDosen Pembimbing II :Abstraksi
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan berbasis syariah yang memiliki karakteristik khas dengan memadukan fungsi komersial dan fungsi sosial dalam satu lembaga. BMT hadir sebagai lembaga keuangan mikro menghimpun dana masyarakat pelaku usaha berskala mikro sehingga semakin berkembang di Indonesia. Namun, BMT tidak mempunyai payung hukum Undang-undang sehingga menarik untuk diteliti baik dalam pengaturan pendirian, operasional dan pengawasan secara eksternal maupun internal dalam kegiatan BMT tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian ini menunjukkan, BMT belum memiliki payung hukum berupa undang-undang yang mengatur pendirian BMT dan kegiatan operasional BMT hanya berpedoman pada fatwa MUI. Sementara, pendirian BMT umumnya terdapat tiga alternatif status badan hukum BMT, yaitu Koperasi, Yayasan dan, tidak berstatus Badan hukum dengan berbentuk Lembaga Swadaya Masyarakat. Tetapi, ketiga alternative tersebut tidak mencerminkan karakteristik BMT. Pengawasan operasional BMT secara internal diawasi oleh DPS namun pengawasannya lebih pada kegiatan profit. Sedangkan secara eksternal diawasi oleh Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tetapi sebatas administrative dan kegiatan profit (tamwil). Sementara kegiatan penghimpunan dana yang mengarah pada kolektibilitas pembiayaan nasabah pada BMT belum ada lembaga yang mengawasi, Undang-undang OJK tidak mengatur kewenangan pengawasan lembaga keuangan berbentuk koperasi dan/atau BMT. Kegiatan baitul maal menurut Undang-undang Zakat seharusnya diawasi oleh Departemen Agama. Hambatannya adalah BMT yang berbentuk koperasi di bawah Kementerian Koperasi dan UKM sehingga Departemen Agama tidak dapat melakukan pengawasan dengan optimal.
AbstractionBaitul Maal wat Tamwil (BMT) is a syariah-based financial institution that has a distinctive characteristic by combining commercial functions and social functions in a single institution. BMT is recently a microfinance institutions which raises public funds in order to encourage the growth of micro-scale business in Indonesia. However, BMT has no legitimacy. It gives motivation to study both in its establishment and supervision, externally and internally. The method used is a legal research combined by statute approach. The results showed that BMT have statutory legitimacy. It was only guided by the shari’ah resolution of MUI. Meanwhile, the establishment of BMT used to in form of three alternative legal status such as cooperation, foundations and Non-Government Organization. Unfortunately, the third alternative form did not reflect the characteristics of BMT. The activity BMT of was internally monitored by shariah council but its supervision was restricted in the activities of profit while it externally supervised by the Ministry of Cooperation, micro business and enterprises but the supervision was limited to administrative and profit activities (tamwil). Meanwhile, the flow of fund raising activities that lead to the collectibility of customer financing at BMT had no supervised institution. Law of OJK did no regulate its authority to monitor cooperation and/or BMT. Baitul Maal activities in the Law of Zakat should be supervised by the Ministry of Religion. However, BMT was under the Ministry of Cooperation and UKM so that the Department of Religion could not perform the control optimally.