Detail Karya Ilmiah

  • KEABSAHAN PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS KORUPSI DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUNGAI PENUH NO. PERK. 09/PID.SUS/2011/PN.SPN
    Penulis : Abdul Manan
    Dosen Pembimbing I : Dr. Eny Suastuti, SH., MHum
    Dosen Pembimbing II :Ahmad Agus Ramdlany, SH.,MH
    Abstraksi

    ABSTRAK Penerapan asas beban pembuktian terbalik dalam beberapa perkara korupsi telah menarik perhatian publik karena mengandung problema hukum tersendiri. Semisal dalam perkara yang menimpa H. Fausi Si’in dengan nomor perkara.09/Pid.Sus/20011/PN/SPN, yang mana penerapan pembuktian terbalik oleh majelis hakim dalam perkara ini diduga tidak sesuai dengan Undang-undang korupsi Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam skripsi ini, penulis mengangkat isu terkait dengan keabsahanan penerapan beban pembuktian terbalik pada kasus-kasus korupsi di Indonesia, serta kesesuaian penerapan asas tersebut dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian normatif, yang mana dalam mengkaji permasalahan yang diangkat menggunakan metode pendekatan Undang-undang dan pendekatan kasus (case approach). Sedangkan bahan hukum yang digunakan sebagai pisau analisis adalah bahan hukum primer, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang ada Dari kajian yang dilakukan penulis diperoleh hasil bahwa Pembuktian terbalik dalam perkara pidana korupsi H. Fausi si’in pada hakekatnya telah menerapkan beban pembuktian terbalik karena syarat-syarat normatif yang ada dalam Undang-undang tindak pidana korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tersebut telah terpenuhi. Namun demikian, dalam perkara tersebut beban pembuktian terbalik belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini nampak pada peran jaksa sebagai Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan cendrung lebih dominan. Dalam membuktikan dakwaan, hal ini tentunya belum syah dengan konsep pembuktian terbalik secara utuh. Penerapan beban pembuktian terbalik dalam kasus H. Fausi si’in secara normatif sudah tepat bahwa telah dipenuhi syarat-syarat untuk adanya pembuktian terbalik. Namun secara teoritis penggunaan pembuktian terbalik dalam kasus tersebut belum dirasa tepat mengingat beban pembuktian masih terfokus pada Jaksa Penuntut Umum. Kata Kunci: Pembuktian Terbalik Tindak Pidana Korupsi.

    Abstraction

    ABSTRACT The implementation of principle of inverse verification responsibility in several corruption cases interests public because it contains separate law set of problems. For example, in the case of H. Fausi Si’in with the number of case is 09/Pid.Sus/20011/PN/SPN which the implementation of inverse verification by judge committee on this case is not suitable with Corruption Law Number 31 Year 1999 juncto Law Number 20 Year 2001. In this study, the writer appoints the issue about legality of the implementation of inverse verification responsibility on corruption cases in Indonesia and also the compatibility of the implementation of that principle with the certainty of prevail legislation. This study is a kind of normative study which the appointed problems are analyzed by using law approach and case approach methods. Whereas, the substance of law which is used as knife of analysis is primary law substance that is analyzed by using normative law analysis method, that is a la analysis method which is conducted by analyzing the existing literatures or secondary data. Based on the analysis, it is found that the inverse verification on corruption criminal case of H. Fausi Si’in truthfully applies the inverse verification responsibility because the existing normative conditions in Corruption Criminal Act Law Number 31 Year 1999 as changed with Number 20 Year 2001 are fulfilled. However, in that case, the inverse verification responsibility does not applied optimally yet. It can be seen from the role of Public Prosecutor as Public Prosecuting Attorney tends to be more dominant. In giving the evidence about the accusation, it must not be legal with the whole concept of inverse verification. The implementation of the inverse verification responsibility on the case of H. Fausi Si’in is appropriate normatively that the conditions to get an inverse verification are fulfilled. But, theoretically, the using of inverse verification on that case is considered to be not appropriate because the verification responsibility is still focused on the Public Prosecuting Attorney. Keywords: An Inverse Verification of Corruption Criminal Act

Detail Jurnal