Detail Karya Ilmiah

  • KEDUDUKAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET DI POLRESTABES SURABAYA
    Penulis : LISARATUL FUADIYAH
    Dosen Pembimbing I : TOLIB EFFENDI, SH., MH
    Dosen Pembimbing II :
    Abstraksi

    Fenomena Cybercrime di Indonesia merupakan perbincangan yang selalu menarik minat masyarakat. Dari masyarakat pada umumnya, sampai pada masyarakat yang memang memiliki keterkaitan langsung dengan fenomena cybercrime. Misalnya, aparat penegak hukum, akademisi, khususnya kademisi hukum. Dalam kasus cybercrime, pembuktian menjadi suatu masalah yang penting karena keberadaan informasi elektronik tersebut tentu dapat menibulkan permasalahan tersendiri mengingat informasi elektronik sebagai alat bukti tidak tercantum dalam konsep alat bukti yang dianut oleh KUHAP. Menggunakan informasi elektronik sebagai alat bukti masih memerlukan kajian yang mendalam karena seringkali penegak hokum di Indonesia mengalami kesulitan saat menjerat pelaku pada saat pembuktian di persidangan. Di sisi lain cybercrime harus segera diselesaikan mengingat jumlahnya semakin meningkat serta bentuk-bentuknya semakin bervariasi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Adapun pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif digabungkan dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ada dalam kasus cybercrime di anggap sebagai alat bukti surat sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP , didasarkan penafsiran hukum secara ekstensif(diperluas). Makna yang di perluas adalah makna dari alat bukti surat itu sendiri, dalam hal ini tidak adanya meliputi surat dalam arti fisik secara nyata tetapi juga surat dalam arti dunia maya atau sering disebut paperless, sehingga informasi elektronik dan atau dokumen elektronik termaksud dapat di ajukan sebagai alat bukti pada proses pembuktian dalam kasus Cybercrime. kata kunci: cybercrime, pencemaran nama baik

    Abstraction

    The phenomenon of cybercrime in Indonesia is a conversation that always attract people. Of society in general, to the community that does have a direct relationship with the phenomenon of cybercrime. For example, law enforcement officials, academics, especially kademisi law. In the case of cybercrime, proving become an important issue because of the presence of the electronic information can certainly menibulkan own problems remembering electronic information as evidence not contained in the concept of evidence held by the Criminal Procedure Code. Using the electronic information as evidence still require in-depth study because often law enforcement in Indonesia have difficulties when ensnare perpetrator at the time of proof at trial. On the other hand cybercrime must be resolved in view of the growing number and more varied forms. The method used is empirical juridical. The approach taken is a qualitative approach coupled with the approach of legislation and case approach. It can be concluded that the electronic information or electronic documents that exist in the case of cybercrime regarded as documentary evidence, as stated in article 184 of the Criminal Code, based on interpretation of the law extensively (expanded). Meaning that expanded is the meaning of the written evidence itself, in this case the absence of cover letter in the sense of real physical but also a letter in the sense of cyberspace is often called paperless, so that electronic information or electronic documents referred can be proposed as a tool the evidence on the evidence process in the case of cybercrime. Key words: Cybercrime, defamation

Detail Jurnal