Detail Karya Ilmiah
-
KEKUATAN HUKUM MENGIKAT PUTUSAN BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS) DALAM PRESPEKTIF FIQIH DAN UNDANG-UNDANG ARBITRASE (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Nomor: 792/Pdt.G/2009/PA.JP )Penulis : LUKMAN HAKIMDosen Pembimbing I : INDAH PURBASARI, SH.,LL.M NIP.19810 4092 005012 002Dosen Pembimbing II :RHIDO JUSMADI, S.H., M.H. NIP. 198104102005011005Abstraksi
Basyarnas merupakan badan arbitrase yang berlandaskan prinsip syariah. Dalam Islam kelembagaan Basyarnas memiliki kesamaan ciri dengan tahkim dalam hukum Islam, sehingga putusanya bersifat final and binding. Namun, permohonan pembatalan putusan Basyarnas telah terjadi pada kasus PT. Atriumasta sakti dengan PT. Bank Syariah Mandiri yang diajukan di Pengadilan Agama Jakarta Pusat No. 792/Pdt.G/2009/PA.JP. Hal ini menarik karena putusan pengadilan agama berbeda dengan putusan Mahkamah Agung No. 188 K/AG/2010 sehingga Penelitian ini bertujuan mendapatkan kejelasan kekuatan hukum mengikat putusan Basyarnas dalam prespektif hukum Islam dan Undang- undang Arbitrase. Jenis penelitian ini adalah normatif dengan pendekatan kasus. Kajian ini menghasilkan pertama, putusan Basyarnas pada kasus tersebut menekankan bahwa adendum dalam murabahah dilarang oleh Islam meskipun pada dasarnya hal itu masih menjadi perdebatan para ahli. Kedua, putusan Basyarnas tidak dapat dibatalkan kecuali bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits sedangkan dalam prespektif undang-undang arbitrase pembatalan dapat dilakukan sesuai pasal 70,71,72 Undang-undang Arbitrase. Ketiga, berdasarkan undang-undang arbitrase dan kekuasaan kehakiman pengadilan agama tidak mempunyai kewenangan untuk membatalkan putusan dari Basyarnas. Akan tetapi, apabila pembatalan putusan Basyarnas diselesaikan oleh pengadilan negeri, putusan yang dihasilkan cenderung pada BW dan tidak akan mencerminkan Hukum Islam. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan khusus tentang Basyarnas sehingga Basyarnas akan mempunyai kedudukan hukum yang jelas dalam sistem hukum Indonesia. Selain itu, perlu adanya fatwa DSN MUI tentang perjanjian tambahan dalam murabahah karena pada dasarnya kasus tersebut permasalahanya terletak pada pemahaman perjanjian tambahan dalam murabahah dimana dalam putusanya Basyarnas menyatakan hal tersebut adalah dilarang dalam Hukum islam.
AbstractionBasyarnas an arbitration body that is based on Islamic principles. In Islam, institutional Basyarnas common feature with tahkim in Islamic law, so decision are final and binding. However, application for cancellation of the decision Basyarnas has happened in the case of PT. Atriumasta Sakti with PT. Bank Syariah Mandiri submited in Central Jakarta Religious Court No. 792 / Pdt.G / 2009 / PA.JP. This is interesting because different religious court decision with the Supreme Court decision No. 188 K / AG / 2010 so this study aims to gain clarity Basyarnas legally binding decision in the perspective of Islamic law and the Arbitration Act. This research is a normative to the case approach. This study resulted in the first, Basyarnas verdict in that case emphasized that the addendum of the murabaha is prohibited by Islam although in essence it is still being debated experts. Secondly, the Basyarnas decision can not be canceled unless contrary to the Qur'an and the Hadith, while the arbitration law perspective cancellations can be made in accordance with clausu 70,71,72 Arbitration Act. Third, be based on the law of arbitration and judicial authority, religious courts do not have the authority to overturn the decision of Basyarnas. However, if the cancellation Basyarnas decision resolved by the district court, the decisions resulting tends to BW and would not reflect the Islamic Law. Therefore, the need for special arrangements on Basyarnas so that Basyarnas will have a clear legal position in the Indonesian legal system. In addition, the need for fatwa DSN MUI on additional agreements in murabaha because basically the case permasalahanya lies in understanding the additional agreements in the murabaha where the Basyarnas decisions stated that it is forbidden in Islamic law.
Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal Baca Jurnal