Detail Karya Ilmiah

  • KUALIFIKASI BENDA PUSAKA SEBAGAI SENJATA TAJAM MENURUT UNDANG-UNDANG DARURAT NO.12 TAHUN 1951
    Penulis : DEKI IRAWAN
    Dosen Pembimbing I : Dr. Deni Setya Bagus Yuherawan, SH., MS.
    Dosen Pembimbing II :Saiful Abdullah, SH., MH.
    Abstraksi

    ABSTRAK Seseorang membawa benda pusaka untuk keperluan mistis, untuk diperjual-belikan atau untuk keperluan lainnya ketika kena razia oleh pihak yang berwajib, akan dikualifikasikan sebagai senjata tajam sebagaimana dilarang oleh Undang-Undang Darurat No.12 Tahun 1951. Benda pusaka terdiri dari keris, badik, pedang, tombak dan benda pusaka lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian doctrinal dan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Peneliti juga mencari ratio legis dan dasar ontologis terhadap lahirnya Undang-undang Darurat yang mengatur tentang senjata tajam. Berdasarkan hasil penelitian, benda pusaka tidak dapat dikualifikasikan sebagai senjata tajam sebagaimana dilarang oleh undang-undang Darurat No.12 Tahun 1951. Benda pusaka merupakan sebuah senjata tradisional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Apabila benda pusaka dilakukan penyitaan oleh polisi atau penyidik, pemilik benda pusaka mempunyai hak untuk mengajukan upaya hukum yaitu meminta dan mengajukan permohonan secara lisan ataupun tertulis kepada penyidik atau atasan penyidik. Apabila setelah putusan pengadilan negeri, maka pemilik benda pusaka berhak meminta dan mengajukan permohonan secara lisan atau tertulis kepada ketua majelis hakim atau ketua pengadilan negeri. Kata kunci : Benda pusaka dan senjata tajam

    Abstraction

    ABSTRACT Someone brought heirlooms for mystical purposes, to be traded or for other purposes as taxable raids by the authorities, would be classified as a sharp weapon as prohibited by the Emergency Law 12 of 1951. Consisted of heirloom kris, badik, swoords, spears and other heirlooms. The research was carried out using this type of research doctrinal and using two approaches, namely the approach of legislation (statute approach) and conceptual approach (conceptual approach). Researchers are also looking for a ratio legislators and ontological basis of the birth of the Emergency Law which regulates the sharp weapon. Based on this research, heirlooms can not be qualified as a sharp weapon as prohibited by law 12 of 1951 Emergency. Heirloom is a traditional weapon of the Indonesian people. If heirloom done seizure by police or investigators, heirloom owner has the right to file a legal action that is requested and apply orally or in writing to the investigator or supervisor investigator. If after the court verdict, the owner of preservation of the right to request and apply orally or in writing to the presiding judge or the chief distrct court. Keywords: heritage objects and sharp weapons

Detail Jurnal